Silahkan simak cuplikan berita detikNews berikut ini:
Naskah Supersemar tersebut beredar dari milis dan email. Dalam versi online ini, naskah Supersemar diketik di atas kertas berkop Presiden Republik Indonesia disertai logo padi dan kapas di atasnya.Selain logo padi dan kapas, ada juga logo burung Garuda di sisi kiri. Di akhir naskah ada tanda tangan Presiden Indonesia Soekarno pada 11 Maret 1966. Naskah ditulis dalam ejaan lama. Sejumlah kejanggalan ada dalam naskah tersebut. Misalnya meskipun menggunakan ejaan lama, anehnya nama Soeharto dan Soekarno ditulis dengan ejaan baru.
Apa
yang aneh? Sewaktu saya membaca kalimat "Naskah ditulis dalam ejaan
lama. Sejumlah kejanggalan ada dalam naskah tersebut. Misalnya meskipun
menggunakan ejaan lama, anehnya nama Soeharto dan Soekarno ditulis
dengan ejaan baru", saya merasa aneh dan gusar bukan karena Soekarno
ditulis dengan Sukarno dan Soeharto ditulis dengan Suharto, tetapi gusar
karena ketidaktahuan wartawan penulisnya pada sejarah penyempurnaan
ejaan bahasa Indonesia. Penulis berita tersebut jelas tidak tahu apa itu
yang dimaksud dengan ejaan lama dan yang dimaksud dengan ejaan baru.
Sebelum
tahun 1948, ejaan untuk menuliskan bahasa Indonesia mengikuti ejaan
Charles van Ophuijsen, yang kemudian disederhanakan oleh Menteri PP dan
K, Mr. Soewandi pada tanggal 19 Maret 1947, yang pelaksanaannya baru
pada tahun 1948. Penyederhanaan tersebut yaitu dengan mengubah oe menjadi u (satu fonem digambar dengan satu huruf/lambang).
Usaha
tersebut dilanjutkan dengan dikeluarkannya keputusan tentang ejaan yang
disempurnakan (EYD) pada tanggal 17 Agustus 1972 oleh Menteri P dan K,
Mashuri Saleh, dimana tj diubah menjadi c dan dj diubah menjadi j.
Ejaan
lama biasanya ditujukan pada ejaan van Ophuijsen, sedangkan ejaan baru
biasanya dimaksudkan pada EYD, yang usaha penyempurnaannya mulai
dilakukan sejak masa Mr. Soewandi. Jadi, kembali ke soal penamaan
Sukarno dalam Supersemar di atas, sebenarnya bisa dimaklumi karena pada
masa dituliskannya surat perintah tersebut telah berlaku penggunaan
ejaan u untuk mengganti oe (Sukarno, bukan Soekarno).
Oke,
sekarang Anda pasti akan bertanya, bukankah nama asli Bung Karno adalah
Soekarno seperti tanda tangan yang ditorehkannya pada teks Proklamasi
Kemerdekaan dan Supersemar di atas? Bukankah penulisan nama tidak boleh
diubah/berubah karena mengandung konsekuensi hukum? Berani benar tukang
ketiknya mengubah nama Soekarno menjadi Sukarno dan anehnya Presiden
Sukarno mendiamkannya begitu saja?
Waah banyak ya pertanyaannya...
Sebenarnya
Bung Karno sendirilah yang mengubah namanya menjadi Sukarno, karena
beliau tidak suka namanya dituliskan dengan ejaan penjajah. Berikut saya
kutipkan penjelasannya dari Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno):
...ketika menjadi Presiden RI, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.
Satu pernyaan lagi, nama Soeharto di Supersemar tersebut kok ikut berubah?
Yah..kalau nama presidennya saja berubah, masa bawahannya tidak...
sumber: forget-hiro.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar