Kalender Hijriyah, kini telah mencapai bilangan 1433 tahun. Ini berarti
sudah hampir 15 abad, secara turun temurun, umat Islam di seluruh dunia
memperingati peristiwa Hijrah Rasulullah. Hijriyah sendiri adalah
kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan
tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting
lainnya. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender
Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender
Hijriyah menggunakan sistem kalender lunar (komariyah).
Kalender
ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini
adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari
Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Sedangkan tahun hijriah
mengingatkan kita pada kejadian spektakuler dalam sejarah Islam, Hijrah.
Secara harfiah dia berarti berpindah dari satu titik ke titik yang
lain, dari satu tempat ke tempat yang lain.
Secara historis, hijrah
adalah berpindahnya Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dari Makkah
menuju Madinah, dan beliau berhasil mempersatukan kaum anshar dan
muhajirin, yang dari dulunya tak mampu dipersatukan. Tahun baru hijriah
mulai diberlakukan pada masa khalifah Umar Bin Khatab. Namun Tahun baru
hijriah tidak mengambil nama “Tahun Muhammad” atau “Tahun Umar”,
sehingga tidak mengandung unsur pengagungan/pengkultusan terhadap nama
seseorang.
Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6
tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad. Namun demikian, sistem yang
mendasari Kalender Hijriah telah ada sejak zaman pra-Islam dan sistem
ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.
Dalam penentuannya pun
dimulai dari sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan
pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal
dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender
Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di
tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata
silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam
setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam
satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah
yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari
dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik
bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah
bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di
titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat
yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari
(perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari
bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat
bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari
(aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan
berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit
tersebut (bulan, bumi dan matahari)
Penentuan awal bulan (new moon)
ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama
kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini,
Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi
hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari
ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari.
Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan
mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Tentunya
dalam mengenal tahun hijriah kaum muslimin harus lebih paham, serta
menjadikannya lebih bermakna karena dengan kalender hijriah kita dapat
mengetahui waktu-waktu khusus yang telah disyariatkan seperti ibadah
haji dan dua hari besar islam (idul fitri & idul adha). Namun sangat
disayangkan, respon kaum muslimin lebih besar kepada tahun masehi
daripada tahun hijriah. Tak jarang juga yang bahkan tidak mengenal sama
sekali.
Karenanya mari kita berhijrah meninggalkan ketertutupan
(eksklusivisme) menuju keterbukaan (inklusivisme). Meninggalkan
kesempitan pikiran menuju keluasan pandangan untuk lebih memahami &
mendalami Islam yang haqiqi. Jangan juga beranggapan merasa diri kita
paling benar, karena kebenaran ada di mana-mana. Wallahu ‘alam
bisshawab. Hanya Allah yang tahu.
sumber: beritategalgundil.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar