Adegan seram itu mengalahkan film horor Indonesia yang mana pun. Suasana di Lubang Buaya, tanggal 1 Oktober 1965 dini hari. Seorang wanita mengambil silet yang terselip di dinding anyaman bambu. Lalu disayatkannya silet itu pada wajah seorang jenderal yang duduk terikat.
"Penderitaan itu pedih jenderal. Sekarang rasakan sayatan silet ini. Pedih. Tapi tidak sepedih penderitaan rakyat," ujar wanita itu dengan dingin.
Adegan selanjutnya tidak kalah sadis. Para jenderal dipukuli dan disiksa hingga tewas. Sementara penyiksanya tertawa-tawa bengis sambil menyanyikan lagu genjer-genjer. "Teken jenderal, teken!" teriak para tentara pro-komunis dan para aktivis pemuda rakyat dan Gerwani itu.
Setiap orang yang pernah menyaksikan Film Pengkhianatan G30S/PKI, pasti hapal adegan itu. Dulu di era Orde Baru, Film ini wajib ditayangkan setiap tanggal 30 September malam. Bukan hanya di TVRI, tetapi juga di semua stasiun swasta.
Film G30S/PKI dibuat tahun 1982 dan disutradarai Arifin C Noer. Film ini merupakan film kolosal serta menyedot biaya besar. Alur cerita dalam Film G30S/PKI adalah rekonstruksi peristiwa malam 30 September hingga 1 Oktober 1965 versi pemerintah Soeharto. Secara gamblang dan tanpa sensor, kekejaman sangat ditonjolkan dalam film tersebut.
Pemeran utama Film ini adalah Amoroso Katamsi (Mayjen Soeharto), Syubah Asa (DN Aidit), Umar Kayam (Soekarno) dan Bram Adrianto (Letkol Untung).
Situs filmindonesia.or.id mencatat film G30S/PKI merupakan film terlaris di Jakarta tahun 1984, dengan 699.282 penonton, menurut data Perfin. Jumlah ini merupakan rekor tersendiri, yang belum terpecahkan hingga 1995.
Sejarawan Asvi Warman Adam mengkritik film ini. Menurut Asvi, film tersebut sarat dengan kontroversi. Lagi-lagi peran Soeharto sangat ditonjolkan dalam film itu. Sementara darah dan kekejaman diobral untuk menunjukkan kekejaman PKI. "Jelas film ini tidak layak untuk ditonton anak-anak," kata Asvi.
Pada masa Orde Baru, justru anak-anak sekolah yang diwajibkan menonton film ini. Anwar, seorang santri di pesantren di Banyuwangi, Jawa Timur masih mengingat film ini di tahun 1990an awal. Dulu televisi diletakkan di masjid, santri-santri nonton bareng film tersebut. "Banyak yang takut menonton film ini," aku Anwar.
Setelah reformasi, akhirnya pemerintah tidak menayangkan film yang dinilai kontroversi ini. Asvi Warman Adam mengungkapkan adalah Persatuan Purnawiran TNI Angkatan Udara yang menghubungi Menteri Penerangan Yunus Yosfiah. PPAU meminta tayangan itu dihentikan karena dianggap menyudutkan TNI AU (dahulu AURI).
"Mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal Saleh Basarah yang menelepon menteri penerangan dan menteri pendidikan. Itulah akhirnya kenapa film itu tidak ditayangkan lagi per 1 Oktober 1998," beber Asvi.
Dalam film tersebut seolah-olah Lubang Buaya yang menjadi tempat penyiksaan jenderal berada di dalam komplek Halim Perdanakusuma. Faktanya, Lubang Buaya berada di luar markas TNI AU. Masih ada beberapa keganjilan lain.
Maka kini, tak ada lagi film horor tersebut setiap malam 30 September. Sayangnya belum ada film pengganti yang meluruskan secara obyektif peristiwa yang terjadi hampir setengah abad yang lalu itu.
sumber: www.merdeka.com
Film itu penuh kebohongan!!!
BalasHapusPKI tidak bersalah, isu dewan jendral memang benar dan Soeharto lah kepalanya!!