Kemeja
lusuh berwarna biru itu membalut tubuhnya yang penuh keriput. Matanya
sayu, terhalangi oleh sebuah kacamata tua yang tebal. Di antara
jemarinya terselip sebatang rokok kretek yang belum terbakar. Ia
berjalan dengan langkah lemah, namun sesekali berlari mengejar kendaraan
di sekitar.
Pak Majuta, umur 70 tahun, bekerja sebagai seorang
juru parkir di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Lelaki yang berasal
dari Bogor ini mengadu nasib di ibu kota sejak tahun ’60-an untuk
menghidupi keluarganya.
Mungkin benar kata orang bahwa
sekejam-kejamnya ibu tiri, masih lebih kejam ibu kota. Sebagai juru
pakir, Pak Majuta mendapatkan penghasilan Rp35 ribu hingga Rp50 ribu
setiap hari. Namun tidak semua uang itu bisa dibawa pulang, karena Pak
Majuta masih harus memberikan jatah kepada polisi yang berpatroli di
kawasan tersebut.
Biasanya jatah yang harus disetor per hari
adalah 3-4 bungkus rokok atau beberapa cangkir kopi. "Jadinya kadang
saya dapat Rp15 ribu atau Rp20 ribu. Lumayanlah bisa saya tabung," kata
Pak Majuta.
"Tapi saya yakin, walaupun rezeki saya seperti
diambil begitu saja, saya pasti akan dapat rezeki lain," tambahnya
sambil mulai membakar rokoknya.
Namun kesusahan yang dihadapi
Pak Majuta bukan hanya polisi patroli yang meminta komisi. Para
pengendara mobil ternyata bisa beringas ketika dimintai uang parkir
sebesar Rp3 ribu (tak peduli berapa lama).
Pak Majuta mengaku,
ia pernah ditodong oleh senjata api ketika meminta uang parkir yang
kurang. Padahal menurutnya, ia tidak memaksa dan telah meminta dengan
sopan. Tarif parkir yang meningkat itu disebabkan oleh meningkatnya
setoran yang harus diberikan kepada beberapa pihak.
Di balik
semua kesusahan yang ia hadapi, Pak Majuta tetap bersyukur karena ia
masih bisa menghidupi keluarganya. "Alhamdullilah, Allah masih
memberikan saya rezeki sampai hari ini," katanya sambil tersenyum.
"Saya
sebenarnya berharap suatu hari bisa dapat pekerjaan tetap. Mau mengajar
anak-anak kecil, supaya bisa berbagi ilmu," ujarnya menutup pembicaraan
kami malam itu.
Sudahkah Anda bersyukur atas hidup Anda? Jangan
selalu melihat ke atas dan mengeluh karena hidup tidak seperti yang Anda
inginkan. Belajarlah mengucap syukur walau dalam keadaan sulit, karena
masih banyak yang hidupnya jauh lebih sulit dari kita.
sumber: yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar