- Inggris berjanji tidak mengikutsertakan angkatan perang Belanda
- menjalin kerja sama kedua pihak untuk menciptakan kemanan dan ketentraman
- akan dibentuk kontrak biro
- Inggris akan melucuti senjata Jepang
Dengan
kesepakatan itu, Inggris diperkenankan memasuki kota Surabaya. Ternyata
pihak Inggris ingkar janji. Itu terlihat dari penyerbuan
penjara Kalisosok 26 Oktober 1945. Inggris menduduki pangkalan udara
Tanjung Perak tanggal 27 Oktober 1945, serta menyebarkan pamflet yang
berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan
senjatasenjata mereka.
Kontrak
senjata antar Sekutu dan rakyat Surabaya sudah terjadi sejak 27 Oktober
1945. Karena terjadi kontak senjata yang dikhawatirkan meluas,
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta mengadakan perundingan.
Kedua belah pihak merumuskan hasil perundingan sebagai berikut.
- Surat-surat selebaran/pamflet dianggap tidak berlaku
- Serikat mengakui keberadaan TKR dan Polisi Indonesia
- Seluruh kota Surabaya tidak lagi dijaga oleh Serikat, sedangkan kampkamp tawanan dijaga bersama-sama Serikat dan TKR
- Tanjung Perak dijaga bersama TKR, Serikat, dan Polisi Indonesia
Walaupun
sudah terjadi perundingan, akan tetapi di berbagai tempat di
kota Surabaya tetap terjadi bentrok senjata antara Serikat dan rakyat
Surabaya yang bersenjata. Pertempuran seru terjadi di Gedung Bank
Internatio di Jembatan Merah. Gedung itu dikepung oleh para pemuda yang
menuntut agar pasukan A.W.S. Mallaby menyerah. Tuntutan para pemuda itu
ditolak pasukan Serikat. Karena begitu gencarnya pertempuran di sana,
akibatnya terjadi kejadian fatal, yaitu meninggalnya A.W.S. Mallany
tertusuk bayonet dan bambu runcing. Peristiwa ini terjadi tanggal 30
Oktober 1945.
Dengan
meninggalnya A.W.S. Mallaby, pihak Inggris memperingatkan
rakyat Surabaya dan meminta pertanggungjawaban. Mereka mengancam agar
rakyat Surabaya menyerah dan akan dihancurkan apabila tidak mengindahkan
seruan itu. Ultimatum Inggris bermakna ancaman balas dendam atas
pembunuhan A.W.S. Mallaby disertai perintah melapor ke tempat-tempat
yang ditentukan.
Disamping itu,
pemuda bersenjata harus menyerahkan senjatanya. Ultimatum Inggris itu
secara resmi ditolak rakyat Surabaya melalui pernyataan Gubernur Soerjo.
Karena
penolakan itu, pertempuran tidak terhindarkan lagi, maka
pecahlah pertempuran pada tanggal 10 November 1945. Sekutu mengerahkan
pasukan infantri dengan senjata-senjata berat. Peristiwa heroik ini
berlangsung hampir tiga minggu. Dalam pertempuran tersebut, melalui
siaran radio, Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo.
Pertempuran yang memakan korban banyak dari pihak bangsa Indonesia
ini diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November.
Peringatan itu merupakan komitmen bangsa Indonesia yang
berupa penghargaan terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya
sekaligus mencerminkan tekad perjuangan seluruh bangsa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar