Apa
genre musik yang Anda sukai? kalau pertanyaan itu diberikan kepada
saya, mungkin saya akan menjawab musik pop, jazz, blues, country,
ataupun rock. Bagaimana dengan dangdut? Suka? Hmm… ini bingung juga
jawabnya.
Saya
sendiri bukan penggemar berat dangdut. Tapi kalau dibilang suka, ya
kadang-kadang suka dengar juga sih lagu-lagu dangdut jaman dulu seperti
karya-karyanya Rhoma Irama. Meskipun gak suka-suka amat, saya cukup
miris dengan keadaan musik dangdut di tanah air belakangan ini. Genre
musik yang bisa dibilang khas Indonesia ini (walau sebenarnya merupakan
campuran musik melayu, India, dan Arab) mulai tidak digemari oleh
anak-anak jaman sekarang.
Alasannya
mugkin banyak, mulai dari dicap kampungan, norak, atau juga vulgar.
Pokoknya, dangdut itu gak keren! Ya, suka tidak suka seperti itulah
citra dangdut sekarang ini. Berbeda dengan periode awal munculnya aliran
ini di Indonesia di tahun 70-an.
Saat
itu dangdut adalah salah satu genre yang paling digemari kawula muda.
Salah satu lagu terpopuler waktu itu adalah “Boneka dari India” (pasti
pada tau semua kan lagunya yang mana, hehe). Kemudian muncul juga Rhoma
Irama. Sosok yang kita kenal sebagai raja dangdut itu begitu fenomenal
dengan karya-karyanya yang begitu digemari oleh masyarakat. Singkatnya, dulu musik dangdut adalah salah satu musik yang dianggap “berkelas”.
Dangdut dan Country
Hal
tersebut kontras dengan kondisi saat ini. Dangdut dianggap sebagai
musik “pinggiran”. Gak percaya? Sebagai bukti, coba saja kita lihat di
X-Factor Indonesia, kompetisi menyanyi yang cukup digemari saat ini.
Dari awal hingga minggu terakhir kemarin, tidak ada satupun kontestan
yang menyanyikan lagu dangdut. Kalaupun ada itu hanya sebatas satu-dua
bait sebagai pengantar ataupun lagu dangdut tapi diubah menjadi genre
lain.
Sebagai
musik yang “merakyat” di Indonesia, hal ini berbeda apabila kita
bandingkan dengan X-Factor Amerika misalnya, dimana pemenang musim
terakhir X-Factor Amerika adalah penyanyi country. Musik country dapat
dibilang adalah musik dangdut-nya Amerika karena sifatnya yang
tradisional dan “merakyat” di Amerika sana.
Ketika
country masih bisa bertahan dan digemari di Amerika, lantas kenapa
tidak demikian dengan dangdut di Indonesia? Persoalan utamanya mungkin
satu: kualitas! Ya, disaat country terus digemari dan bahkan menyebar ke
berbagai belahan dunia, dangdut seperti mati suri.
Mungkin
masih banyak lagu-lagu dangdut yang diciptakan saat ini, tapi kalau
bicara tentang kualitas, mungkin masih kalah kualitasnya dengan dangdut
di jaman Rhoma Irama, Evie tamala, Cici Paramida, dsb. Miris sekali
karena banyak lagu-lagu dangdut yang saat ini muncul adalah lagu-lagu
yang sifatnya tidak mendidik dan kurang berkualitas. Kesannya pokoknya
asal jadi, dapet uang, bereslah. Bahkan cenderung vulgar. Beberapa
mungkin memperlihatkan kemalasannya dengan hanya me-remix lagu
pop menjadi dangdut, ataupun menggabungkan beberapa lagu luar (yang
entah apakah mereka sudah izin ke penciptnya) menjadi satu lagu.
Membaca
judul lagunya saja mungkin sudah membuat kita geleng-geleng kepala.
Mulai dari “cinta satu malam”, “belah duren”, “satu jam saja”, “jablay”
sampai “berondong tua”. Itu baru dari segi karya. Belum lagi ke
penyanyinya. Berbeda dengan jaman dulu yang sifatnya begitu santun,
lirik yang punya makna mendalam, dengan aksi panggung yang kreatif
seperti ditunjukkan Bang Rhoma dan Band Soneta-nya. Bagaimana dengan
sekarang? Coba Anda cek saja ke Youtube, ketik kata “dangdut”. Jangan
kaget kalau video-video yang muncul mungkin tidak terlalu pantas untuk
ditonton karena hanya menonjolkan sensualitas belaka.
Jadi,
kalau sudah seperti ini, jangan heran kalau dangdut makin tidak
digemari di masa yang akan datang. Mungkin dangdut membutuhkan sosok
yang bisa menjadi “the next Rhoma Irama” untuk memulihkan kembali
citranya dan kembali menjadi musik papan atas di Indonesia.
sumber: disini
0 komentar:
Posting Komentar